Inspirasi film 13 Bom di Jakarta dari kisah nyata, saksi Mall Alam Sutera

banner 468x60

TEMPO.CO, Jakarta – Film 13 bom di Jakarta adalah film sukses berdasarkan peristiwa nyata. Film ini bercerita tentang serangkaian bom yang mengancam keselamatan masyarakat Jakarta.

Agen intelijen dan rahasia segera memulai penyelidikan, mengarahkan mereka ke Oscar dan William. Namun, misi mereka menjadi lebih rumit ketika tim mencurigai adanya penyusup. Selain itu, Arok, pemimpin kelompok teroris, terus meneror masyarakat dengan meledakkan bom setiap 8 jam.

banner 336x280

Dikutip dari jaff-filmfest.orgSatu-satunya cara untuk menghentikan teror ini adalah dengan memberikan hadiah kepada Arok senilai miliaran rupee dalam bentuk bitcoin. Tanpa itu, keselamatan seluruh warga Jakarta terancam.

Film ini adalah pengalaman menegangkan dan menarik yang menguji keberanian dan tekad karakternya. Dengan pemeran yang kuat dan jalan cerita yang seru, 13 Bom di Jakarta adalah tontonan yang sayang untuk dilewatkan Netflix.

Respon polisi terhadap kejadian nyata

Film 13 bom di Jakarta menceritakan kisah nyata peristiwa pengeboman pusat perbelanjaan Alam Sutera pada tahun 2015. Dalam film ini, Irjen Pol A. Rachmad Wibowo memberikan kesaksian mengenai kejadian tersebut.

Pada tahun 2015, Irjen Pol Rachmad Wibowo menjabat sebagai Kasubdit IT/kejahatan komputer Dittipidexus Bareskrim Polri. Ia dan tim menyelidiki serangkaian ancaman bom yang ditujukan ke Alam Sutera Mall.

“Saat kejadian, saya menjabat sebagai Kasubdit dunia mayadan tim investigasi lapangan adalah tim yang dipimpin oleh Komjen Pol Martinus Huk (saat ini Kepala BNN RI), Irjen Pol Ibnu Suhaindr (saat ini Deputi BNPT RI), Irjen Khrisna Murti (saat ini Kepala Divisi Hubungan Masyarakat) Polri) dan Irjen Pol Heri Heryawan (saat ini Staf Khusus Menteri Dalam Negeri),” kata Rachmad seperti dikutip dari laman Humas Polri.

Periklanan

Pelaku meminta uang tebusan berupa Bitcoin, mata uang kripto yang saat itu belum banyak digunakan. Mereka bekerja sama dengan Oscar Darmawan, CEO Indodax, dalam upaya mengungkap pelakunya. Kesaksian Rachmad mengungkap bagaimana pelaku mengancam akan meledakkan bom lagi jika uang tebusan tidak dibayarkan.

Melalui penelusuran siber tim Bareskrim Polri, mereka berhasil mengetahui identitas pelaku yang merupakan seorang pegawai outsourcing yang bekerja di perusahaan rental di Alam Sutera. Namun, pelaku menggunakan teknologi untuk mengaburkan jejak sehingga membuat penyelidikan semakin sulit.

“Ini merupakan serangan teroris pertama yang bermotif ekonomi atau pemerasan, dimana pelaku mempunyai kemampuan IT, bahkan kartu ATM yang dikuasai pelaku dibeli melalui dark web dan pelaku juga belajar cara memasang bom melalui dark web. “ucap Rakhmad.

Irjen Pol Rachmad mengapresiasi dan memuji inisiatif serta keberhasilan sutradara dan kru yang membuat film ini 13 bom di Jakarta. Film ini memberikan gambaran serius mengenai kejahatan cyber dan terorisme di era digital. Rachmad menilai film ini memiliki nilai edukasi yang penting dalam mengedukasi masyarakat tentang kemajuan teknologi informasi dan komputer.

“Filmnya bagus, aksinya bagus, ceritanya bagus, meski lebih didramatisasi dari cerita aslinya, tapi ini tayangan yang cukup menarik dan dikemas dengan apik,” ujarnya.

Ia berharap film seperti ini terus diproduksi untuk lebih memahami dampak negatif penyalahgunaan teknologi. Dengan cerita yang mendramatisasi peristiwa nyata, 13 bom di Jakarta merupakan pengingat akan pentingnya keamanan siber dan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme.

Pilihan Editor: Film 13 Bom di Jakarta Tayang di Netflix Tidak Semua Fiksi Ini Beberapa Peristiwa Nyatanya



Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *